3 Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an Yang Harus Diketahui

Apa saja Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an Yang Harus Diketahui? Dalam ajaran Islam, Al-Qur’an dan hadits menempati posisi yang sangat penting sebagai dua sumber utama hukum Islam. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia, sedangkan hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi penjelas praktis dari ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Kedua sumber ini memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Al-Qur’an memberikan dasar hukum dan prinsip-prinsip umum, sementara hadits berfungsi menjelaskan, memperinci, serta menerapkan hukum-hukum tersebut dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, memahami Posisi dan Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qur’an dalam Ajaran Islam menjadi hal yang sangat penting bagi setiap Muslim, terutama dalam konteks memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh.

Hadits dalam hukum Islam disebut sebagai mashdarun tsani (sumber kedua) setelah Al-Qur’an. Ia berperan sebagai penjelas, penegas, sekaligus penyempurna ajaran Islam yang sering kali disebut secara global dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, tanpa memahami hadits, seseorang akan kesulitan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh, sebab hadits merupakan kunci untuk menafsirkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an dalam Hukum Islam

Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum utama yang menjadi pedoman hidup bagi umat Muslim. Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, sedangkan hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi contoh nyata penerapan ajaran Al-Qur’an.

Dalam hukum Islam, hadits dianggap sebagai mashdarun tsani (sumber kedua) setelah Al-Qur’an. Ia berfungsi sebagai penjelas, penegas, dan penyempurna terhadap ajaran-ajaran Islam yang disebutkan secara global dalam Al-Qur’an.

Menariknya, para ulama menegaskan bahwa kebutuhan Al-Qur’an terhadap hadits sebenarnya lebih besar dibanding kebutuhan hadits terhadap Al-Qur’an. Hal ini karena hadits menjelaskan berbagai hukum dan tata cara pelaksanaan ajaran yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum.


Hubungan Antara Al-Qur’an dan Hadits

Walau keduanya memiliki peran berbeda, Al-Qur’an dan hadits tidak bisa dipisahkan. Seorang Muslim tidak dibenarkan hanya mengambil salah satu dan meninggalkan yang lain, karena keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi.

Dalam proses penggalian hukum Islam (istinbath al-ahkam), para ulama selalu memulai dengan meneliti ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Setelah itu, mereka mencari penjelasan dan bandingannya dalam hadits-hadits Nabi, sebab tidak ada satu pun ayat dalam Al-Qur’an kecuali ada hadits yang menjelaskan maknanya.

Melalui sinergi antara ayat dan hadits, para ulama kemudian dapat merumuskan hukum Islam yang sesuai dengan permasalahan masyarakat, tentunya dengan landasan ilmu yang kuat terhadap dua sumber hukum utama ini.


Tiga Fungsi Utama Hadits terhadap Al-Qur’an

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, seorang ulama dan ahli hukum Islam asal Mesir, hadits memiliki tiga fungsi utama terhadap Al-Qur’an:

1. Hadits sebagai Penegas dan Penguat Hukum Al-Qur’an (Bayan Taqrir)

Fungsi pertama hadits adalah menegaskan dan memperkuat hukum yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti perintah shalat, puasa, zakat, dan haji.
Khallaf menyatakan:

إِمَّا أَنْ تَكُونَ سُنَّةٌ مُقَرِّرَةٌ وَمُؤَكِّدَةٌ حُكْمًا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ
Artinya: “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penegas dan penguat terhadap hukum yang ada dalam Al-Qur’an.”

Contohnya, perintah shalat yang disebutkan dalam Al-Qur’an diperkuat oleh hadits-hadits Nabi yang menjelaskan keutamaannya dan ancaman bagi orang yang meninggalkannya.


2. Hadits sebagai Penjelas dan Penafsir Hukum Al-Qur’an (Bayan Tafsir)

Fungsi kedua hadits adalah menjelaskan dan menafsirkan hukum-hukum yang bersifat global dalam Al-Qur’an.
Khallaf menulis:

إِمَّا أَنْ تَكُونَ سُنَّةٌ مُفَصِّلَةٌ وَمُفَسِّرَةٌ لِمَا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ
Artinya: “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penjelas dan penafsir terhadap hukum global yang disebutkan dalam Al-Qur’an.”

Sebagai contoh, Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk shalat, zakat, puasa, dan haji, namun tidak merinci tatacara pelaksanaannya. Melalui hadits, Rasulullah ﷺ menunjukkan secara rinci bagaimana shalat dilakukan, kapan waktu puasa dimulai, serta bagaimana zakat dan haji dilaksanakan.


3. Hadits sebagai Penetap dan Pembuat Hukum Baru (Bayan Tasyri’)

Fungsi ketiga hadits adalah menetapkan hukum baru yang belum dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an.
Khallaf menjelaskan:

وَإِمَّا أَنْ تَكُونَ سُنَّةٌ مُثْبِتَةٌ وَمُنْشِئَةٌ حُكْمًا سَكَتَ عَنْهُ الْقُرْآنُ
Artinya: “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penetap dan pencipta hukum baru yang belum disebutkan oleh Al-Qur’an.”

Contohnya adalah larangan menikahi seorang wanita beserta bibinya dalam satu waktu, serta larangan memakan hewan bertaring dan burung yang bercakar tajam. Semua hukum ini tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an, melainkan dijelaskan melalui hadits Nabi ﷺ.


Pentingnya Memahami Hadits dengan Benar

Karena hadits memiliki peran penting dalam menjelaskan dan menetapkan hukum Islam, maka siapa pun yang ingin mendalaminya harus memahami ilmu hadits dengan baik. Seorang penuntut ilmu wajib mengenal istilah-istilah dasar dalam ilmu hadits, menguasai kaidah takhrij, sanad, dan matan, serta memahami cara menafsirkan redaksinya dengan benar.

Kesalahan dalam membaca dan memahami hadits secara parsial atau serampangan dapat menyebabkan kesalahan penafsiran hukum, bahkan bisa menyesatkan orang lain. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an dan hadits menjadi syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin menggali hukum Islam secara benar.