Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dengar istilah mukjizat dan karomah, apalagi saat membahas kisah para nabi atau wali Allah. Keduanya terdengar mirip karena sama-sama merujuk pada kejadian luar biasa yang sulit dijelaskan secara logika. Tapi, sebenarnya, mukjizat dan karomah itu beda, lho—baik dari segi pelaku, tujuan, maupun konteks terjadinya.
Secara singkat, mukjizat adalah kejadian luar biasa yang diberikan oleh Allah kepada para nabi sebagai bukti kerasulan mereka. Contohnya? Seperti tongkat Nabi Musa yang bisa berubah jadi ular, atau Nabi Isa yang bisa menyembuhkan orang sakit. Sementara itu, karomah diberikan kepada para wali atau hamba Allah yang saleh, bukan untuk menunjukkan kenabian, tapi sebagai bentuk kemuliaan dan pertolongan dari Allah.
Nah, karena keduanya sama-sama melibatkan kekuatan dari Allah dan terjadi di luar nalar manusia, nggak heran banyak orang yang masih bingung membedakan. Padahal, memahami perbedaannya penting banget, supaya kita nggak salah dalam memaknai kisah-kisah yang sering kita dengar sejak kecil.
Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas apa itu mukjizat dan karomah, apa perbedaan utamanya dalam pandangan Islam, dan contoh-contohnya dalam sejarah. Jadi, yuk kita bahas bareng supaya makin paham dan bisa bedain mana yang mukjizat, mana yang karomah!
Apa Perbedaan Utama Antara Mukjizat dan Karomah dalam Perspektif Islam?
Dalam tradisi Islam, dikenal adanya berbagai bentuk kekuatan luar biasa yang terjadi di luar hukum alam biasa. Dua di antaranya adalah mukjizat dan karomah, yang sering kali disalahpahami sebagai hal yang sama. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar dari segi pelaku, tujuan, hingga konteks terjadinya.
Memahami perbedaan antara mukjizat dan karomah tidak hanya penting secara teologis, tetapi juga membantu kita menempatkan peristiwa-peristiwa luar biasa dalam konteks keimanan yang benar. Mari kita bahas secara lebih dalam dari sudut pandang Islam.
Pengertian Mukjizat dan Karomah
Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada nabi dan rasul-Nya sebagai bukti kebenaran risalah yang mereka bawa. Mukjizat bersifat menantang, melemahkan (i’jaz), dan tidak bisa ditandingi oleh manusia biasa. Contohnya adalah tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular besar, dan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, karomah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah SWT kepada wali Allah atau orang-orang saleh yang sangat dekat kepada-Nya. Karomah bukanlah bentuk tantangan atau pembuktian kerasulan, melainkan bentuk kemuliaan (ikram) dari Allah kepada hamba-Nya yang taat. Contohnya seperti makanan yang tidak habis untuk para tamu wali, atau orang saleh yang bisa mengetahui hal-hal gaib tertentu atas izin Allah.
Secara singkat, perbedaan utama terletak pada siapa yang menerima dan untuk tujuan apa peristiwa luar biasa itu terjadi. Mukjizat hanya untuk para nabi dan sebagai pembuktian risalah, sedangkan karomah untuk para wali sebagai bentuk pemuliaan pribadi.
Dari Segi Tujuan: Menantang vs. Memuliakan
Tujuan mukjizat adalah untuk membuktikan kerasulan atau kenabian seseorang. Mukjizat bersifat publik, terjadi untuk menantang kaum kafir yang meragukan risalah. Misalnya, saat kaum Nabi Musa menuduhnya sebagai penyihir, Allah berikan mukjizat berupa tongkat dan lautan yang terbelah agar mereka percaya. Mukjizat bukan hanya sebuah keajaiban, tetapi juga alat dakwah yang memperkuat pesan ilahi.
Karomah tidak dimaksudkan untuk membuktikan status kenabian atau menyebarkan wahyu, karena para wali bukanlah nabi atau rasul. Karomah lebih kepada bentuk kasih sayang dan karunia Allah atas ketakwaan hamba-Nya. Karomah bisa terjadi dalam keadaan tersembunyi, dan bahkan tidak selalu disadari oleh orang yang mengalaminya. Tidak ada unsur pamer atau penantangan dalam karomah.
Oleh karena itu, jika seseorang mengaku mendapat karomah tetapi menjadikannya sebagai alat pamer atau pengaruh politik, maka bisa dipertanyakan keasliannya. Dalam sejarah Islam, para wali justru cenderung merendah dan menyembunyikan karomah mereka, karena khawatir menimbulkan fitnah atau ujub (sombong).
Siapa yang Mendapatkan: Nabi dan Rasul vs. Wali dan Orang Saleh
Mukjizat hanya dimiliki oleh para nabi dan rasul. Tidak ada manusia biasa, sebaik apa pun akhlaknya, yang bisa mendapatkan mukjizat. Karena itulah, sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi, tidak ada lagi mukjizat baru yang turun. Mukjizat terakhir adalah Al-Qur’an, yang tetap abadi hingga hari kiamat sebagai pedoman umat manusia.
Sedangkan karomah bisa terjadi pada siapa saja yang sangat dekat dengan Allah — para wali, yaitu orang-orang saleh yang menjaga keikhlasan, ketakwaan, dan amal salehnya secara konsisten. Mereka bukan nabi, tapi kehidupan mereka penuh keberkahan. Allah bisa memberikan karomah sebagai bentuk penghormatan terhadap hamba-Nya yang bertakwa.
Contoh nyata dalam sejarah Islam adalah kisah para wali seperti Uwais al-Qarni, yang doanya sangat makbul, atau Abdul Qadir al-Jilani yang dikisahkan mampu melakukan hal-hal luar biasa. Meski begitu, para wali tidak pernah mengklaim kekuatan itu milik mereka. Semua karomah murni kehendak Allah SWT, bukan kemampuan pribadi.
Mukjizat dan Karomah Bukan Sihir atau Tipuan
Penting untuk dipahami bahwa baik mukjizat maupun karomah berasal dari Allah dan tidak bisa dilakukan dengan usaha atau latihan seperti sihir. Sihir bersumber dari jin atau setan, dan bertujuan menyesatkan manusia. Sedangkan mukjizat dan karomah bersumber dari kekuasaan Allah untuk tujuan kebaikan.
Sihir bisa dipelajari dan diwariskan dari satu orang ke orang lain, serta sering digunakan untuk kepentingan pribadi. Sementara itu, mukjizat dan karomah tidak bisa dicari atau diminta secara sengaja. Bahkan para nabi dan wali pun tidak mengklaim bahwa mereka bisa melakukan mukjizat atau karomah kapan saja. Semuanya murni kehendak Allah.
Dengan membedakan mukjizat, karomah, dan sihir, umat Islam diharapkan tidak mudah tertipu oleh praktik-praktik yang mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Apalagi di era sekarang, banyak orang yang mengklaim punya “ilmu ghaib” atau “karomah”, padahal bisa jadi hanya trik atau bentuk kesesatan.
Kesimpulan
Perbedaan utama antara mukjizat dan karomah terletak pada pelaku dan tujuannya. Mukjizat adalah keajaiban yang diberikan Allah kepada nabi atau rasul untuk membuktikan kerasulan dan memperkuat dakwahnya. Sedangkan karomah adalah kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada wali atau orang saleh sebagai bentuk pemuliaan, bukan pembuktian kenabian.
Keduanya sama-sama berasal dari kehendak Allah, tidak bisa dipelajari atau dicari, dan tidak untuk kepentingan duniawi. Namun, umat Islam harus bijak membedakan antara karomah dan praktik sesat seperti sihir atau tipu daya spiritual yang menyesatkan. Keajaiban sejati selalu berlandaskan tauhid dan tunduk pada syariat.
Semoga penjelasan ini membantu kita memahami kekuasaan Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu — termasuk keajaiban yang melampaui akal manusia. Namun yang lebih penting dari itu, adalah iman, takwa, dan amal saleh, bukan mencari-cari keajaiban semata.
