Dalam dunia pesantren, istilah kitab pegon bukanlah hal yang asing di telinga para santri. Sejak dahulu, kitab ini menjadi teman setia dalam proses menimba ilmu, khususnya dalam memahami kitab-kitab berbahasa Arab. Tulisan yang unik, campuran antara huruf Arab dan bahasa Jawa atau Sunda, menjadikan kitab pegon sebagai warisan intelektual khas Nusantara. Ia bukan sekadar media belajar, tetapi juga bukti kecerdasan para ulama terdahulu dalam menyebarkan ilmu agama di tengah masyarakat lokal.
Kitab pegon lahir dari kebutuhan santri dan ulama untuk memahami teks-teks Arab tanpa kehilangan kedalaman maknanya. Dengan menggunakan aksara Arab namun berbahasa daerah, para ulama memudahkan masyarakat dalam mempelajari ajaran Islam. Maka tak heran jika kitab ini berkembang pesat di pesantren-pesantren tradisional, terutama di Jawa dan Madura. Melalui kitab pegon, ajaran tauhid, fikih, dan tasawuf dapat dipelajari secara mendalam tanpa harus sepenuhnya bergantung pada kemampuan bahasa Arab klasik.
Selain sebagai sarana pembelajaran, kitab pegon juga menjadi simbol pertemuan antara Islam dan budaya lokal. Tulisan Arab yang berpadu dengan bahasa daerah menunjukkan betapa Islam di Nusantara tumbuh dengan akulturasi yang indah dan damai. Para kiai dan santri tidak hanya menjaga ajaran agama, tetapi juga merawat bahasa dan tradisi. Inilah yang menjadikan pesantren memiliki karakter khas—berilmu, berakhlak, dan berakar kuat pada budaya bangsa.
Kini, di tengah era digital dan modernisasi, keberadaan kitab pegon menghadapi tantangan baru. Namun, para santri masa kini tetap berupaya menjaga dan melestarikannya, baik melalui pengajian tradisional maupun digitalisasi manuskrip kuno. Sebab mereka memahami, kitab pegon bukan sekadar teks lama, melainkan cermin dari perjuangan intelektual dan spiritual umat Islam Nusantara. Dengan memahami kitab pegon, kita tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga menelusuri jejak keilmuan dan kearifan para ulama terdahulu.
Apa Itu Kitab Pegon?
Kitab Pegon adalah karya tulis ulama Nusantara yang menggunakan tulisan pegon, yaitu bentuk tulisan Arab yang dimodifikasi untuk menulis bahasa Jawa, Sunda, dan Madura. Istilah pegon sendiri berasal dari kata “pego” dalam bahasa Jawa yang berarti “tidak biasa” atau “aneh”, karena huruf Arab digunakan untuk menulis bahasa lokal.
Tulisan atau huruf Pegon menjadi salah satu ciri khas intelektual Islam di Indonesia, khususnya di lingkungan pesantren tradisional. Dalam kitab ini, para kiai dan santri membahas berbagai ilmu seperti fikih, tauhid, tasawuf, tata bahasa Arab (nahwu–sharaf), hingga ilmu sosial dan budaya.
Sejarah Singkat Kitab Pegon
Kemunculan Kitab Pegon tidak bisa dilepaskan dari proses Islamisasi di Nusantara pada abad ke-15 hingga ke-19. Saat itu, banyak ulama Jawa dan Sunda menulis ajaran Islam dalam bahasa daerah agar lebih mudah dipahami masyarakat awam.
Tulisan Arab dipilih karena sudah menjadi simbol peradaban Islam, tetapi disesuaikan dengan fonologi bahasa lokal. Dari sinilah lahir aksara Arab-Jawa (huruf Pegon) yang memiliki tambahan huruf untuk melambangkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa Arab.
Di berbagai daerah seperti Pesantren Tebuireng, Lirboyo, Tremas, dan Buntet, para kiai menulis ratusan naskah kitab kuning pegon yang kini menjadi khazanah besar naskah Islam Nusantara.
Fungsi dan Keunikan Kitab Pegon
- Media Pendidikan Pesantren
Kitab Pegon digunakan sebagai bahan ajar di pesantren tradisional, terutama untuk menjembatani pemahaman antara bahasa Arab dan bahasa lokal. Santri belajar membaca teks Arab sekaligus memahami maknanya dalam bahasa Jawa atau Sunda. - Pelestarian Bahasa dan Budaya
Melalui tulisan pegon, bahasa daerah seperti Jawa dan Sunda tetap hidup berdampingan dengan bahasa Arab. Ini menjadikan Kitab Pegon sebagai bentuk sinkretisme budaya Islam dan Nusantara. - Dokumentasi Pemikiran Ulama Lokal
Banyak karya ulama besar seperti Kiai Nawawi al-Bantani, Kiai Hasyim Asy’ari, dan Kiai Ahmad Rifa’i ditulis dalam bentuk kitab pegon. Naskah-naskah tersebut memuat pandangan keislaman yang kontekstual dan membumi.
Contoh Kitab Pegon Terkenal
Beberapa kitab pegon klasik yang dikenal di kalangan pesantren antara lain:
- Tafsir Jalalain versi Pegon
- Sullam al-Taufiq Pegon
- Fathul Qarib Pegon
- Risalah Tauhid karya ulama Jawa abad ke-19
Kitab-kitab ini tidak hanya menjadi bahan ajar, tetapi juga sumber rujukan dalam memahami ajaran Islam dengan nuansa lokal.
Upaya Pelestarian Kitab Pegon di Era Digital
Kini, banyak lembaga pesantren dan komunitas filolog melakukan digitalisasi naskah kitab pegon agar bisa diakses secara luas. Beberapa perpustakaan Islam Nusantara bahkan telah mengunggah PDF kitab pegon untuk keperluan riset dan studi akademik.
Selain itu, generasi muda pesantren mulai membuat aplikasi belajar huruf Pegon dan kamus Arab-Pegon, menjadikan warisan ini relevan kembali di tengah arus modernisasi digital.
Penutup
Kitab Pegon bukan sekadar teks kuno, melainkan warisan intelektual Islam Nusantara yang memperlihatkan kreativitas ulama dalam menyampaikan ilmu agama melalui bahasa lokal. Melestarikan tulisan Pegon berarti menjaga identitas keislaman dan kebudayaan Indonesia.
Dengan meningkatnya minat terhadap studi naskah klasik dan aksara lokal, semoga huruf Pegon dan kitab kuning pegon kembali mendapat tempat di hati generasi muda, baik di pesantren maupun di luar lingkungan keagamaan.
