Kalau kita membahas tokoh-tokoh besar dalam dunia Islam, terutama dari kalangan ulama Hijaz, nama Sayyid Abu Bakar Syatha pasti nggak bisa dilewatkan. Beliau adalah salah satu ulama besar asal Makkah yang ilmunya tersebar luas hingga ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Banyak karyanya yang masih dipelajari sampai sekarang, dan beberapa di antaranya bahkan dijadikan rujukan penting dalam madrasah-madrasah tradisional.
Sayyid Abu Bakar Syatha dikenal bukan cuma karena kedalaman ilmunya, tapi juga karena kedekatannya dengan para ulama dari berbagai negara. Beliau sempat berguru dan mengajar di Masjidil Haram, tempat yang menjadi pusat keilmuan paling bergengsi saat itu. Di sana, beliau jadi magnet bagi para pencari ilmu dari Nusantara, Asia Selatan, hingga Afrika.
Menariknya, banyak ulama Nusantara yang tercatat pernah berguru langsung kepada beliau. Nggak heran kalau pengaruhnya sangat terasa dalam perkembangan keilmuan Islam di Indonesia. Salah satu murid terkenalnya adalah Syaikh Nawawi al-Bantani, ulama besar asal Banten yang juga mendunia.
Nah, dalam artikel ini, kita bakal ngulik lebih jauh tentang siapa sebenarnya Sayyid Abu Bakar Syatha. Mulai dari latar belakang hidupnya, perjalanan menuntut ilmunya, karya-karya penting yang ditinggalkannya, hingga warisan keilmuannya yang masih membekas sampai hari ini. Yuk, kita kenalan lebih dekat dengan sosok luar biasa ini!
Biografi Sayyid Abu Bakar Syatha Dimyati Pengarang Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn
Dalam sejarah keilmuan Islam, nama Sayyid Abu Bakar Syatha atau yang lebih dikenal dengan Sayyid Bakri Syatha (1848–1892 M) menjadi salah satu tokoh penting. Beliau adalah ulama besar yang lahir di Tanah Hijaz dan menjadi guru bagi banyak ulama Nusantara yang menimba ilmu di Makkah pada akhir abad ke-19. Namanya diabadikan dalam berbagai karya, dan yang paling masyhur adalah kitab Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn, syarah dari Fath al-Mu’in karya Syekh Zainuddin Al-Malibari, yang hingga kini masih menjadi rujukan di berbagai pesantren di Indonesia.
Seri Maha Guru Ulama Nusantara
Dalam seri Maha Guru Ulama Nusantara, Tim Jurnaba berupaya menghadirkan kembali jejak para ulama besar dari Tanah Hijaz yang memiliki peran penting dalam silsilah keilmuan para ulama Nusantara. Tidak hanya sebagai penulis dan pengajar, mereka juga adalah bagian dari para Sayyid Sadah — keturunan Rasulullah SAW — yang hidup penuh tawadhu, tanpa menonjolkan nasabnya.
Di antara mereka, Sayyidi Syekh Bakri Syatha adalah sosok yang istimewa. Meskipun merupakan dzurriyah Nabi Muhammad SAW, ia memilih untuk dikenali dengan gelar Syekh sebagai bentuk kerendahan hati yang luar biasa. Gelar “Sayyid” baru disematkan kepadanya oleh para murid dan ulama setelahnya, sebagai bentuk penghormatan.
Nasab dan Latar Belakang Pendidikan
Nama lengkap beliau adalah Al-Allamah Abu Bakar bin Muhammad Zainal Abidin Syatha al-Dimyathi al-Bakri. Ia lahir pada tahun 1848 di Distrik Syatha, wilayah Dimyath (Mesir), yang terkenal sebagai tempat tinggal para keturunan Nabi dari jalur Al-Husain.
Sayyid Bakri tumbuh dalam asuhan saudaranya, Sayyid Umar Syatha, setelah ayahandanya wafat saat ia baru berusia tiga bulan. Dari sang kakak, ia menghafal Al-Qur’an dan mempelajari berbagai matan kitab klasik. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya kepada ulama besar Makkah saat itu, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang juga merupakan guru dari banyak ulama besar lainnya.
Dakwah dan Karya-Karya
Sayyid Bakri Syatha dikenal sebagai ulama pengajar di Masjidil Haram, Makkah, yang menjadi pusat keilmuan Islam dunia pada masa itu. Kecerdasannya, keluasan ilmunya, dan kepiawaiannya dalam menulis menjadikan beliau sebagai salah satu ulama produktif abad ke-19.
Karya-karya beliau tidak hanya terbatas pada fikih, tetapi juga mencakup tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Beberapa karya pentingnya antara lain:
- I’ânah ath-Thâlibîn – kitab hasyiah terhadap Fath al-Mu’in, sangat populer di pesantren.
- Kifâyatul Atqiyâ’ – membahas tema tasawuf.
- Minhâjul Ashfiyâ’ – juga mengenai tasawuf dan akhlak.
- Ad-Durarul Bahiya – yang mengulas pokok-pokok syariat Islam.
Guru Para Ulama Nusantara
Salah satu sisi paling menarik dari kehidupan Sayyid Bakri Syatha adalah banyaknya ulama Nusantara yang menjadi muridnya. Di antaranya:
- Sayyid Abbas bin Abdul Aziz Al-Maliki (kakek dari Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki)
- Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
- Syekh Mahfud At-Tarmasi (Tremas)
- Syekh Hasyim Asy’ari (pendiri NU)
- Syekh Abdul Hamid Kudus
Para ulama tersebut kemudian menjadi pembawa sanad keilmuan Islam ke berbagai penjuru Nusantara, menyebarkan ilmu yang bersambung langsung kepada guru-guru besar di Tanah Hijaz, termasuk Sayyid Bakri Syatha.
Wafat dan Warisan Keilmuan
Sayyid Bakri Syatha wafat pada tahun 1892 M dalam usia yang relatif muda, yaitu 44 tahun. Namun, dalam usia singkat itu, beliau telah meninggalkan warisan keilmuan yang sangat luas dan mendalam. Ia bukan hanya seorang penulis dan guru, tetapi juga penjaga warisan keilmuan Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kitab-kitabnya masih diajarkan hingga kini, dan murid-muridnya telah menjadi pilar pendidikan Islam tradisional di Nusantara. Ia adalah contoh nyata bahwa keberkahan umur bukan pada lamanya, tetapi pada manfaat dan pengaruh yang ditinggalkan.
Penutup
Mengangkat kembali sosok seperti Sayyid Bakri Syatha adalah bagian dari upaya untuk menyambung kembali mata rantai keilmuan dan spiritualitas Islam klasik yang telah mengakar dalam tradisi keilmuan pesantren di Indonesia. Ia adalah maha guru yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mewariskan akhlak, adab, dan sikap tawadhu yang seharusnya terus hidup di tengah umat.
