Sikap Apakah yang Patut Diteladani dari Kisah Kaum Muhajirin? Dalam sejarah Islam, kisah hijrah kaum Muhajirin dari Makkah ke Madinah bukan hanya momen bersejarah, tetapi juga penuh nilai-nilai kehidupan yang bisa kita teladani hingga hari ini. Kaum Muhajirin adalah para sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang rela meninggalkan harta, rumah, bahkan keluarga demi mempertahankan iman dan mengikuti Rasulullah.
Dari kisah mereka, ada banyak sikap luar biasa yang patut kita tiru, terutama dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan seperti sekarang. Berikut ini beberapa sikap kaum Muhajirin yang bisa menjadi teladan bagi kita semua, lengkap dengan contohnya.
Keikhlasan dalam Berkorban
Salah satu sikap paling mengagumkan dari kaum Muhajirin adalah keikhlasan mereka dalam meninggalkan segala yang dimiliki di Makkah. Mereka rela kehilangan harta benda, pekerjaan, dan kenyamanan demi menjaga iman dan menemani Rasulullah ﷺ dalam perjuangan dakwah di Madinah.
Contohnya adalah kisah sahabat Suhaib Ar-Rumi. Ia rela meninggalkan seluruh hartanya di Makkah demi bisa hijrah menyusul Rasulullah ke Madinah. Saat dicegat oleh kaum Quraisy, ia berkata, “Jika kalian menginginkan hartaku, ambillah. Asal kalian izinkan aku pergi.” Rasulullah pun memujinya dan menyebut pengorbanannya sebagai “jual beli yang menguntungkan.”
Keikhlasan seperti ini menunjukkan bahwa sesuatu yang kita cintai kadang harus kita lepaskan demi hal yang lebih mulia. Dalam konteks sekarang, bisa kita teladani ketika kita memilih kejujuran meski harus rugi secara materi, atau tetap teguh dalam prinsip saat berada dalam tekanan.
Kesabaran dalam Menghadapi Ujian
Kaum Muhajirin tidak hanya kehilangan harta, tapi juga mengalami tekanan sosial dan fisik. Mereka dicemooh, diintimidasi, bahkan dianiaya karena memeluk Islam. Namun mereka tetap sabar dan tidak membalas dengan kekerasan. Ini menunjukkan keteguhan hati dan kesabaran yang luar biasa.
Sahabat seperti Bilal bin Rabah, yang disiksa oleh tuannya karena masuk Islam, tetap sabar dan hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (Allah Yang Maha Esa). Ia menjadi simbol kesabaran dalam mempertahankan keyakinan. Begitu pula Ammar bin Yasir dan keluarganya yang diuji secara berat namun tetap teguh.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa meneladani kesabaran ini ketika menghadapi masalah, tekanan, atau ketidakadilan. Kesabaran adalah kekuatan yang membuat kita bisa tetap tenang, berpikir jernih, dan terus bergerak maju tanpa menyerah.
Tawakal dan Percaya pada Pertolongan Allah
Hijrah bukan perjalanan yang mudah. Kaum Muhajirin tidak tahu apa yang menanti mereka di Madinah. Tapi mereka tetap berangkat dengan penuh tawakal, percaya bahwa Allah akan menolong mereka. Mereka tidak bergantung pada kekuatan sendiri, tapi yakin bahwa Allah akan membuka jalan dan memberi rezeki.
Setibanya di Madinah, kaum Muhajirin memulai hidup dari nol. Mereka tidak membawa harta, rumah, atau pekerjaan. Namun karena tawakal dan kerja keras, mereka bisa bangkit dan berkontribusi besar dalam membangun masyarakat Islam bersama kaum Anshar.
Sikap ini sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Dalam kondisi tidak pasti, seperti kehilangan pekerjaan atau memulai usaha baru, kita harus belajar bertawakal—berusaha maksimal sambil percaya bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan kita dengan cara-Nya sendiri.
Rendah Hati dan Mau Bersatu
Meski datang dari kota besar dan punya latar belakang berbeda, kaum Muhajirin tidak merasa lebih hebat saat sampai di Madinah. Mereka justru rendah hati dan mau hidup berdampingan dengan kaum Anshar. Mereka tidak gengsi untuk belajar, bekerja, dan membangun dari bawah.
Hubungan antara kaum Muhajirin dan Anshar juga menunjukkan nilai persaudaraan yang tinggi. Rasulullah mempersaudarakan mereka secara langsung dalam peristiwa “Muakhah”, dan banyak kaum Anshar yang berbagi harta dan rumahnya dengan penuh cinta, sementara kaum Muhajirin menerimanya dengan rasa syukur dan sikap rendah hati.
Sikap ini mengajarkan kita pentingnya kerendahan hati dan kerja sama, terutama dalam situasi baru atau saat beradaptasi di lingkungan baru. Kita bisa belajar untuk tidak merasa paling hebat, tapi justru saling melengkapi, menghargai, dan membangun sinergi.
Semangat Mandiri dan Kerja Keras
Meski dibantu oleh kaum Anshar, kaum Muhajirin tidak menggantungkan diri selamanya. Mereka belajar berdagang, bercocok tanam, dan bekerja keras agar bisa mandiri. Rasulullah mengajarkan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, dan semangat ini dipegang teguh oleh para Muhajirin.
Sahabat seperti Abdurrahman bin Auf menolak diberi harta oleh saudara Ansharnya dan memilih bertanya, “Tunjukkan saja di mana pasar.” Dalam waktu singkat, ia sukses berdagang dan menjadi salah satu sahabat terkaya, tapi tetap dermawan. Ini menunjukkan betapa kuatnya etos kerja yang dimiliki kaum Muhajirin.
Kita bisa meneladani semangat ini dalam kehidupan modern—dengan tidak mudah menyerah, berani memulai usaha, dan selalu mau belajar. Kemandirian tidak datang tiba-tiba, tapi dari kerja keras dan tekad untuk memperbaiki hidup dengan cara yang halal.
Kesimpulan
Kisah kaum Muhajirin bukan hanya cerita sejarah, tapi sumber inspirasi abadi. Mereka mengajarkan kita tentang keikhlasan, kesabaran, tawakal, rendah hati, kerja keras, dan persatuan. Semua nilai ini sangat relevan di tengah tantangan hidup saat ini.
Sikap-sikap kaum Muhajirin menunjukkan bahwa perjuangan yang dilandasi iman, semangat, dan keyakinan kepada Allah akan selalu membuahkan hasil. Walaupun awalnya berat, pengorbanan mereka menjadi fondasi berdirinya masyarakat Islam yang kuat dan beradab di Madinah.
Mari kita jadikan kisah kaum Muhajirin sebagai cermin untuk memperbaiki sikap kita dalam menghadapi tantangan. Siapa pun bisa meneladani mereka—baik pelajar, pekerja, pengusaha, maupun pemimpin. Karena sejatinya, setiap kita sedang dalam perjalanan hijrah: dari keadaan lama menuju yang lebih baik, dengan iman sebagai bekal utamanya.
