Apa Saja Ciri Orang yang Mencapai Tingkat Ihsan?

Apa Saja Ciri Orang yang Mencapai Tingkat Ihsan? Ihsan merupakan pilar penting dalam bangunan agama Islam selain pilar iman dan islam. Ihsan tidak dapat dipisahkan dari iman dan islam. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak boleh ditinggal salah satunya sebagai kesempurnaan keberislaman seseorang. Ihsan berikut turunan katanya sering kali ditemukan pada Al-Qur’an dan hadits yang menunjukkan urgensinya.

Ihsan yang berarti perbuatan baik merupakan pembuktian atas keimanan dan keislaman seseorang. Ihsan secara harfiah berarti kebaikan sebagai perilaku, bukan sekadar pengetahuan tentang kebaikan sebagai etika. Ihsan dapat menjadi alternatif di tengah krisis akhlak di mana kebaikan hanya berhenti pada level pengetahuan atau jargon, tidak sampai pada tindakan atau aksi nyata. Sedangkan kita sering menyaksikan pelanggaran hukum dilakukan oleh orang yang telah ‘mengerti’ ketentuan dan peraturan.

Apa Saja Ciri Orang yang Mencapai Tingkat Ihsan?

Tingkat ihsan dalam Islam adalah level spiritual yang tertinggi, di mana seorang Muslim tidak hanya beribadah sesuai dengan kewajiban, tetapi juga melakukannya dengan penuh kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap detik kehidupan.

Ihsan berasal dari bahasa Arab yang berarti “kebaikan” atau “kesempurnaan,” yang mengacu pada usaha untuk beribadah dengan sebaik-baiknya dan hidup dengan akhlak yang mulia. Orang yang mencapai tingkat ihsan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah, dan setiap tindakannya dilandasi oleh rasa cinta, takut, dan harapan kepada-Nya.

Lalu, apa saja ciri-ciri orang yang mencapai tingkat ihsan? Dalam artikel ini, kita akan mengulas beberapa tanda yang menandakan seseorang telah mencapai ihsan dalam kehidupannya.

1. Beribadah dengan Kesadaran Penuh

Orang yang telah mencapai tingkat ihsan beribadah dengan kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi setiap amal perbuatannya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Ini berarti, bagi orang yang mencapai ihsan, ibadahnya bukan hanya sekadar rutinitas atau kewajiban, tetapi dilakukan dengan rasa tawadhu’ dan penuh ketulusan, dengan keyakinan bahwa Allah selalu hadir dan mengawasi.

2. Mempunyai Akhlak yang Mulia

Salah satu ciri utama orang yang mencapai ihsan adalah akhlaknya yang mulia. Ia selalu berusaha untuk berlaku baik kepada sesama, menghindari perbuatan yang merugikan orang lain, serta menunjukkan sifat sabar, pemaaf, dan rendah hati.

Dalam berinteraksi dengan orang lain, ia selalu menjaga tutur kata dan perilaku, mengedepankan kebaikan, serta memberikan contoh yang baik. Sebagai seorang Muslim, ia sadar bahwa akhlak yang baik adalah cerminan dari kedekatannya dengan Allah.

3. Mengenal Allah dengan Mendalam

Orang yang mencapai tingkat ihsan memiliki pemahaman yang mendalam tentang Allah, sifat-sifat-Nya, dan wahyu-Nya. Mereka tidak hanya menghafal teks-teks agama atau melaksanakan ibadah secara lahiriah, tetapi mereka juga memahami hakikat ajaran Islam, baik yang terkait dengan aqidah, ibadah, maupun akhlak.

Pengetahuan yang mendalam ini membentuk kesadaran yang kuat akan keagungan Allah dan mendorongnya untuk terus memperbaiki diri dalam segala aspek kehidupan.

4. Tulus dan Ikhlas dalam Segala Perbuatan

Keikhlasan merupakan salah satu ciri paling jelas dari orang yang telah mencapai tingkat ihsan. Setiap amal yang dilakukan, baik itu ibadah maupun aktivitas sehari-hari, dilakukan dengan niat yang tulus hanya untuk mencari ridha Allah, tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia.

Orang yang mencapai ihsan tidak merasa puas dengan sekadar menjalankan perintah-Nya, tetapi juga berusaha memperbaiki niat dan kualitas setiap amal perbuatannya.

5. Selalu Berusaha Memperbaiki Diri

Orang yang mencapai ihsan tidak merasa cukup dengan apa yang telah dilakukannya, tetapi selalu berusaha untuk menjadi lebih baik. Mereka sadar bahwa hidup ini adalah proses yang berkelanjutan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan mereka selalu mencari cara untuk memperbaiki diri, baik dari segi ibadah maupun akhlak.

Mereka selalu introspeksi diri dan berusaha menjauhi sifat-sifat buruk seperti sombong, iri, dan dengki.

6. Beribadah dengan Khusyuk dan Penuh Rasa Takut

Khusyuk dalam beribadah adalah tanda lain dari orang yang telah mencapai tingkat ihsan. Mereka melakukan ibadah dengan penuh perhatian, tidak terganggu oleh duniawi, dan merasakan kehadiran Allah dalam setiap doa dan sujudnya.

Selain itu, mereka juga memiliki rasa takut yang mendalam terhadap Allah, tidak hanya takut akan hukuman-Nya, tetapi juga takut jika mereka tidak dapat memenuhi hak-hak-Nya dengan sempurna. Ini menjadikan mereka lebih fokus dan tekun dalam beribadah.

7. Mengutamakan Kebaikan dan Menghindari Dosa

Orang yang mencapai tingkat ihsan senantiasa mengutamakan perbuatan baik dan berusaha keras untuk menghindari dosa, baik besar maupun kecil. Mereka menjaga diri agar tidak terjerumus dalam keburukan dan selalu berusaha untuk berada di jalan yang benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak hanya berusaha menjaga amalan ibadah wajib, tetapi juga berusaha menambah dengan amal sunnah yang mendekatkan diri kepada Allah.

8. Mempunyai Rasa Cinta yang Tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya

Rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ciri khas orang yang telah mencapai tingkat ihsan. Cinta ini bukan hanya dirasakan dalam hati, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata, baik melalui ibadah yang lebih baik, mengikuti sunnah Rasul, maupun berusaha meneladani akhlak beliau.

Bagi orang yang memiliki tingkat ihsan, kecintaan ini akan mengarahkan seluruh hidupnya untuk berbuat yang terbaik dalam menjalani hidup di dunia, demi mencapai kebahagiaan di akhirat.

Kedudukan ihsan dalam trilogi iman, Islam, dan ihsan tidak dapat dipisahkan. Rasulullah berpesan kepada Mu‘adz, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah di mana saja berada. Iringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya itu dapat menghapusnya.

Interaksilah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim) Rasulullah SAW pada kesempatan lain mengatakan, “Orang pilihan di antara kalian adalah mereka yang baik akhlaknya,” (HR Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi).

Hadits ini, kata An-Nawawi, menganjurkan dan menyatakan keutamaan perilaku baik yang merupakan sifat para nabi dan para wali Allah. Bagi Al-Hasan Al-Bashri, kebaikan perilaku merupakan pengerahan pikiran untuk berbuat baik, menahan diri dari tindakan menyakiti orang lain, dan menampilkan wajah ceria di hadapan orang lain.

Ihsan atau perilaku yang baik sebagai wujud keimanan oleh Al-Qadhi Iyadh diartikan sebagai interaksi dengan orang lain dengan cara yang baik, gembira, semangat persaudaraan, kasih sayang, kesantunan, menanggung risiko kerugian atas interaksi, tidak sombong, tidak mencemari kehormatan orang lain, menjauhi kebengisan, kemarahan, dan pembalasan terhadap orang lain.

Karena keterkaitan erat iman, islam, dan ihsan, Rasulullah bersabda sebagaimana riwayat Al-Askari dan Al-Khatib dan sahabat Anas RA, “Perilaku yang baik adalah separuh dari isi agama ini.” Bahkan pada riwayat Ad-Dailami dari sahabat Abu Sa’id RA, Rasulullah SAW bersabda, “Agama Islam itu sendiri sepenuhnya akhlak yang baik.”

Pengertian serupa dapat ditemukan pada pesan terakhir Rasulullah SAW saat Haji Wada‘ berikut ini, “Orang yang beriman (Mukmin) adalah orang baik yang mana keselamatan jiwa dan harta banyak orang terjaga dari kejahatannya.” (HR At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, At-Thabarani, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi). Al-Munawi mengatakan, Mukmin yang sempurna adalah orang baik yang integritasnya sudah teruji dan terbukti di tengah masyarakat sehingga ia dipercaya oleh masyarakat sebagai orang yang berakhlak baik.

Al-Mubarakfuri menambahkan, keimanan memiliki akar kata yang sama dengan keamanan dan kepercayaan sehingga orang beriman tidak pernah memiliki riwayat sejarah yang mencederai kepercayaan orang lain melalui pengkhianatan. Dengan kata lain, orang yang tidak mematuhi hukum Allah dalam menjamin keselamatan dan menahan untuk tidak menyakiti orang lain adalah orang yangtidak sempurna keberislamannya.

Orang yang tidak memiliki semangat untuk mematuhi ketentuan Allah dan menjaga hak-hak orang lain sejatinya tidak menjaga hubungannya dengan Allah sehingga keimanannya juga terbilang cacat. Pada kesempatan lain, Al-Mubarakfuri mengatakan, orang mukmin adalah orang baik yang teruji dan terbukti dipercaya oleh masyarakat. Ia dikenal lama menjaga hak dan kepercayaan orang lain.

Orang mukmin yang sempurna adalah orang baik yang tampak integritas, keamanahan, dan kejujurannya sehingga masyarakat tidak mengkhawatirkan harta, kehormatan, dan jiwa mereka dari kejahatannya. Rasulullah SAW secara lugas ingin mengatakan, kesempurnaan keimanan seseorang tidak dapat terbukti tanpa perbuatan baik.

Tanpa perbuatan baik, seseorang tidak dapat mencapai derajat kesempurnaan keimanan. Kesempurnaan keimanan tidak dapat diraih tanpa akhlak. Sedangkan akhlak adalah manifestasi dan bukti keimanan, bukan sekadar etika yang berisi pengetahuan akan baik dan buruk.

Penutup

Mencapai tingkat ihsan bukanlah hal yang mudah, tetapi merupakan suatu tujuan yang sangat mulia bagi setiap Muslim. Dengan kesadaran yang mendalam akan kehadiran Allah, akhlak yang baik, dan tekad yang kuat untuk memperbaiki diri, seseorang dapat mencapai tingkat ini. Ciri-ciri orang yang mencapai ihsan ini bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari untuk terus meningkatkan kualitas ibadah, akhlak, dan kedekatan dengan Allah. Dengan demikian, ihsan bukan hanya sebuah konsep spiritual, tetapi juga cara hidup yang membawa seseorang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Referensi https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/pengertian-ihsan-dalam-islam-ghlHE