Tata Cara Shalat dengan Duduk di Kursi – Shalat adalah ibadah yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Namun, ada kalanya seseorang mengalami gangguan kesehatan yang menghalangi kemampuannya untuk melaksanakan shalat sesuai dengan rukun yang seharusnya.
Salah satu kondisi yang sering dihadapi adalah ketidakmampuan untuk berdiri akibat sakit, baik itu karena penyakit fisik atau kondisi tertentu yang mengganggu kemampuan tubuh. Dalam situasi seperti ini, Islam memberikan kemudahan dengan memperbolehkan seseorang untuk melaksanakan shalat dengan cara yang disesuaikan dengan kondisi mereka.
Salah satu bentuk pelaksanaan shalat dalam kondisi sakit adalah dengan duduk. Hal ini sesuai dengan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW yang menyarankan agar seseorang yang tidak mampu berdiri karena sakit untuk melaksanakan shalat dengan duduk.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada seorang sahabat yang menderita wasir untuk shalat dengan duduk apabila tidak mampu berdiri.
Namun, meskipun seseorang diperbolehkan untuk shalat dengan duduk, terdapat beberapa ketentuan dan batasan terkait hal ini.
Apa yang dimaksud dengan shalat duduk yang benar? Kapan seseorang dianggap boleh menggantikan posisi berdiri dengan duduk?
Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai hukum dan praktik shalat dengan duduk, serta syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan agar ibadah ini tetap sah dan sesuai dengan ajaran Islam.
Tata Cara Shalat dengan Duduk di Kursi: Memahami Kemudahan dalam Ibadah bagi yang Sakit
Sering kali kita melihat sebagian jamaah di masjid yang menderita sakit melaksanakan shalat dengan duduk di atas kursi. Bagi mereka yang tidak mampu berdiri karena kondisi kesehatan, Islam memberikan kemudahan untuk melaksanakan shalat dengan duduk, sesuai dengan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang menjelaskan hal ini adalah sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ibnu Buraidah, dari Imran bin Hushain RA:
عَانِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Buraidah, dari Imran bin Hushain RA, ia berkata, ‘Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya tentang shalat (dalam kondisi sakit) kepada Nabi SAW, kemudian beliau menjawab, ‘Shalatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur miring,’” (HR Al-Bukhari).
Hadits ini menjelaskan bahwa bagi seseorang yang sakit dan tidak mampu berdiri, maka ia diperbolehkan untuk melaksanakan shalat dengan duduk, dan jika tidak bisa duduk, maka dapat melaksanakan shalat sambil berbaring miring.
Tafsir dan Hukum Shalat Duduk
Konsep ini sejalan dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya, “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai batas kemampuannya.”
Dengan demikian, meskipun shalat merupakan kewajiban yang sangat penting, Allah memberikan kelonggaran bagi umat-Nya yang tidak mampu melaksanakan shalat dengan sempurna karena sakit. Oleh karena itu, seseorang yang tidak dapat berdiri namun masih sadar dan mampu melaksanakan shalat, dapat menggantikan rukun qiyam (berdiri) dengan duduk sesuai kemampuan.
Praktik Shalat Duduk yang Benar
Para ulama (fuqaha) telah merumuskan batasan kebolehan shalat dengan duduk. Kebolehan ini didasarkan pada adanya masyaqqat syadidah (kesulitan berat) yang dirasakan oleh seseorang saat berdiri. Masyaqqat ini bisa berupa rasa sakit yang sangat mengganggu atau kondisi yang menghalangi seseorang untuk berdiri secara normal.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang apa yang dimaksud dengan masyaqqat syadidah. Menurut Ibnu Hajar, kesulitan yang dimaksud tidak hanya yang menghilangkan kekhusyukan, tetapi harus lebih berat dari itu. Sedangkan menurut Muhammad Ramli dan As-Syarqawi, masyaqqat syadidah adalah kesulitan yang menghilangkan kekhusyukan atau kesempurnaan khusyuk dalam shalat.
Khusyuk dalam Shalat
Khusyuk dalam shalat memiliki makna yang penting, yaitu memusatkan perhatian dan berpaling dari segala hal selain Allah, serta merenungkan bacaan yang keluar dari lisan kita dalam shalat. Dalam kondisi sakit, kekhusyukan ini bisa terpengaruh oleh rasa sakit, yang menjadikan seseorang lebih sulit untuk fokus.
Kapan Harus Duduk di Kursi?
Ulama menyarankan agar posisi duduk hanya dilakukan dalam kondisi yang benar-benar membutuhkan, seperti jika seseorang merasa kesulitan yang sangat besar untuk berdiri. Jika seseorang masih mampu rukuk dan sujud dengan sempurna meskipun duduk, maka ia tetap diwajibkan untuk melaksanakan rukuk dan sujud sesuai dengan rukun yang sah, bukan sekadar dengan isyarat.
Namun, apabila seseorang duduk di kursi dan tidak bisa melakukan sujud dengan sempurna, ia harus duduk di lantai, bukan di kursi. Sebab, sujud merupakan bagian yang tidak boleh ditinggalkan dalam shalat dan harus dilakukan dengan sempurna.
Kesimpulan
Shalat dengan duduk di kursi adalah sebuah keringanan yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk orang yang sakit dan tidak mampu berdiri. Namun, dalam melaksanakan shalat dengan cara ini, kita harus mengikuti ketentuan dan rumusan yang sudah disarankan oleh para ulama agar shalat tetap sah dan sesuai dengan syariat.
Poin pentingnya adalah bahwa meskipun posisi duduk boleh dilakukan sebagai pengganti berdiri, rukun-rukun lain seperti rukuk dan sujud tetap harus dilaksanakan dengan sempurna sesuai kemampuan. Dengan demikian, ibadah tetap dapat diterima oleh Allah meskipun dilaksanakan dalam keadaan terbatas.
Referensi: https://islam.nu.or.id/shalat/tata-cara-shalat-dengan-posisi-duduk-di-kursi-FF2PM
