Dalam hidup ini, kita semua pasti pernah terdorong untuk berbuat baik—entah itu bersedekah, membantu orang lain, atau melakukan amal ibadah lainnya. Tapi, ternyata nggak semua kebaikan itu otomatis bernilai di sisi Allah. Ada syarat-syarat yang harus dijaga, salah satunya adalah niat yang ikhlas. Kalau niatnya udah melenceng, apalagi disertai riya atau suka mengungkit-ungkit, bisa-bisa amalan kita jadi sia-sia.
Nah, di sinilah pentingnya kita memahami Surat Al-Baqarah ayat 264. Ayat ini turun sebagai peringatan tegas dari Allah tentang bagaimana amal yang baik bisa rusak total gara-gara dua hal: riya (beramal karena ingin dipuji manusia) dan menyakiti hati orang yang menerima bantuan kita dengan celaan atau umpan balik negatif. Ayat ini benar-benar membuka mata dan hati, bahwa bukan cuma amal yang penting, tapi juga cara dan niat di baliknya.
Banyak dari kita mungkin merasa sudah berbuat baik, tapi tanpa sadar masih mengharapkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Atau, setelah memberi, malah membicarakan si penerima dengan nada merendahkan. Padahal, dalam Islam, amal yang seperti ini bisa diibaratkan seperti batu licin yang tidak bisa menumbuhkan apa-apa—nggak ada pahala yang bisa dipetik.
Di artikel ini, kita akan bahas lebih dalam makna dari Surat Al-Baqarah ayat 264, konteksnya, dan pesan penting yang bisa kita ambil. Semoga bisa jadi pengingat untuk kita semua agar lebih hati-hati dalam beramal dan menjaga niat tetap lurus karena Allah semata.
Surat Al-Baqarah Ayat 264: Peringatan Keras bagi yang Merusak Amal dengan Riya dan Umpatan
Al-Qur’an adalah petunjuk hidup bagi umat Islam, dan setiap ayatnya sarat dengan nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam. Salah satu ayat yang membahas tentang amal dan bahaya sifat riya adalah Surat Al-Baqarah ayat 264. Ayat ini memberikan peringatan tegas kepada orang-orang beriman agar menjaga keikhlasan dalam bersedekah dan tidak merusak amal mereka dengan sikap pamrih, menyakiti, atau mengharap pujian.
Bacaan Latin dan Terjemahan
Surat Al-Baqarah Ayat 264 (Latin):
“Yā ayyuhallażīna āmanụ lā tubṭilụ ṣadaqātikum bil-manni wal-ażā kallażī yunfiqu mālahụ riāan-nāsi wa lā yuminu billāhi wal-yaumil-ākhir, fa maṡalụhụ kamaṡali ṣafwānin 'alaihi turābun fa aṣābahụ wābilun fa tarak-hu ṣaldā, lā yaqdirụna 'alā syaiim mimmā kasabụ, wallāhu lā yahdil-qaumal-kāfirīn.”
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)
Makna dan Kandungan Ayat
Surat Al-Baqarah ayat 264 secara tegas menyeru orang-orang beriman untuk tidak merusak pahala sedekah dengan dua hal utama:
- Al-Mann – Menyebut-nyebut pemberian yang telah diberikan.
- Al-Adza – Menyakiti perasaan penerima, baik secara lisan maupun sikap.
Tindakan ini bukan hanya merendahkan si penerima, tetapi juga mencemari keikhlasan si pemberi. Sedekah yang seharusnya menjadi bentuk ibadah dan kasih sayang, justru kehilangan nilai ketika dilakukan dengan niat yang salah atau dibarengi dengan tindakan menyakitkan.
Perumpamaan yang Mencengangkan
Allah memberikan perumpamaan yang sangat menyentuh dalam ayat ini:
Seorang yang bersedekah karena riya, pamer, atau menyakiti orang lain, bagaikan batu licin yang di atasnya ada debu tipis, lalu ditimpa hujan deras. Debu itu hilang, dan yang tersisa hanyalah batu yang tidak bisa menumbuhkan apa pun.
Ini menggambarkan bahwa sedekah yang dilakukan dengan niat tidak ikhlas tidak akan menghasilkan pahala apa pun, sama seperti tanah subur yang hilang dari atas batu akibat hujan. Usaha yang dilakukan sia-sia, karena tidak dilakukan untuk mencari ridha Allah.
Bahaya Sifat Riya dalam Amal
Sifat riya (pamer) sangat berbahaya. Ia menyusup dalam ibadah tanpa disadari. Seorang yang bersedekah karena ingin dipuji, disanjung, atau terlihat dermawan, sejatinya tidak sedang beribadah kepada Allah, melainkan kepada nafsunya sendiri. Bahkan, dalam tafsir disebutkan bahwa orang semacam ini tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, karena amalnya tidak diniatkan untuk akhirat.
Sedekah yang Sia-sia di Dunia dan Akhirat
Orang yang berinfak dengan niat riya dan disertai kata-kata menyakitkan:
- Di dunia: Ia tidak mendapatkan apa pun selain kemungkinan dibenci atau dijauhi masyarakat.
- Di akhirat: Ia tidak mendapat pahala karena amalnya tidak dilakukan dengan ikhlas.
Sedekah seperti ini tidak membawa manfaat, tidak berpahala, dan tidak mendapatkan ridha Allah. Justru bisa menjadi dosa jika disertai niat buruk atau menyakiti hati orang lain.
Pandangan Tafsir Kemenag RI
Menurut tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, sedekah harus memiliki nilai spiritual dan sosial. Tujuannya untuk meringankan beban orang yang membutuhkan, bukan untuk ajang pamer atau menyombongkan diri. Jika niatnya keliru, maka pahala sedekah akan gugur, bahkan bisa menjadi sebab datangnya azab.
Tafsir juga menyoroti fenomena “sedekah yang keliru”, seperti:
- Memberi kepada pengemis di tempat ibadah hanya karena ingin dilihat orang.
- Mengungkit-ungkit pemberian.
- Mengucapkan kata-kata yang merendahkan si penerima.
Semua ini mencerminkan sifat orang kafir, yang tidak menjadikan amal sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Hadis yang Menguatkan
Rasulullah saw juga memperingatkan bahaya menyebut-nyebut sedekah. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
“Tiga golongan yang pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan memandang kepada mereka, dan tidak akan menyucikan mereka, serta bagi mereka azab yang pedih: (1) orang yang suka mengungkit pemberiannya, (2) orang yang menjulurkan kainnya karena sombong, dan (3) orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa besar dosa orang yang menyertai sedekahnya dengan niat buruk atau ucapan yang menyakitkan.
Penutup: Ikhlas Adalah Kunci Pahala Amal
Surat Al-Baqarah ayat 264 menjadi pengingat bagi kita semua bahwa amal kebaikan bukan hanya soal tindakan, tetapi soal niat dan cara. Jangan rusak sedekahmu dengan ucapan dan sikap yang merendahkan. Jangan beramal karena ingin pujian, karena Allah hanya menerima amal yang ikhlas.
Semoga kita semua dimampukan untuk menjaga hati, memperbaiki niat, dan beramal hanya karena Allah SWT.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
