Jelaskan Mengapa Manusia Bisa Tergelincir ke Tempat yang Serendah-Rendahnya?

Jelaskan Mengapa Manusia Bisa Tergelincir ke Tempat yang Serendah-Rendahnya? Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia, dibekali akal, hati nurani, dan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya.

Namun, tidak jarang kita menyaksikan bagaimana sebagian manusia justru menyimpang dari fitrahnya, terjerumus dalam perilaku yang merusak diri sendiri maupun orang lain. Mereka bisa menjadi pelaku kejahatan, penipu, penjilat kekuasaan, bahkan pengkhianat terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa manusia bisa tergelincir ke tempat yang serendah-rendahnya?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab karena ia menyentuh inti persoalan moral dan spiritual dalam kehidupan manusia. Apa yang menyebabkan manusia kehilangan kendali atas dirinya? Apakah karena lemahnya iman, lingkungan yang buruk, atau karena hawa nafsu yang tidak dikendalikan? Dengan memahami akar penyebabnya, kita dapat mengambil pelajaran dan menyusun langkah preventif agar tidak mengalami kejatuhan serupa.

Mengapa Manusia Bisa Tergelincir ke Tempat yang Serendah-Rendahnya?

Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi luar biasa. Di satu sisi, mereka mampu mencapai derajat mulia dengan akal, moral, dan spiritualitas yang tinggi. Namun di sisi lain, manusia juga dapat tergelincir ke tempat yang paling rendah, bahkan lebih rendah dari makhluk lain. Fenomena ini bukan hanya soal fisik atau sosial, melainkan lebih dalam menyangkut moral, spiritual, dan eksistensial.

Berikut ini alasan Mengapa Manusia Bisa Tergelincir ke Tempat yang Serendah-Rendahnya??

1. Penyalahgunaan Akal dan Kehendak Bebas

Salah satu anugerah terbesar bagi manusia adalah akal dan kehendak bebas. Akal memberinya kemampuan berpikir dan membedakan baik dan buruk. Namun, ketika akal digunakan untuk membenarkan hawa nafsu atau kepentingan sesaat, manusia bisa terjatuh ke dalam kebodohan moral. Misalnya, korupsi yang dilakukan dengan perencanaan cermat adalah contoh bagaimana kecerdasan digunakan untuk kejahatan.

2. Dominasi Hawa Nafsu

Hawa nafsu adalah bagian dari manusia, tapi jika tidak dikendalikan, ia bisa menjerumuskan. Nafsu untuk kekuasaan, harta, atau kenikmatan sesaat bisa menutup hati nurani. Ketika seseorang memilih untuk terus mengikuti nafsu meskipun tahu itu salah, dia sedang menurunkan derajat dirinya sendiri. Dalam banyak ajaran agama, manusia yang dikuasai nafsu digambarkan lebih buruk dari hewan, karena hewan bertindak tanpa akal, sementara manusia tahu namun tetap melanggar.

3. Pengabaian Nilai-Nilai Kemanusiaan dan Ketuhanan

Manusia memiliki fitrah—sifat bawaan yang cenderung kepada kebaikan. Ketika fitrah ini ditolak atau ditutupi oleh kebiasaan buruk, lingkungan negatif, atau ideologi yang menyimpang, maka ia kehilangan arah. Mengabaikan nilai-nilai seperti kasih sayang, keadilan, dan tanggung jawab menyebabkan seseorang kehilangan kemanusiaannya. Lebih buruk lagi, jika ia memutus hubungan dengan Tuhan atau menolak keberadaan nilai moral absolut, maka kompas moralnya pun kabur.

4. Kesombongan dan Ketakaburan

Banyak yang tergelincir karena merasa dirinya paling benar, paling kuat, atau paling berkuasa. Kesombongan menutup pintu introspeksi dan pertobatan. Ini membuat manusia tidak hanya jatuh, tapi terus menggali lubang kejatuhan lebih dalam. Dalam sejarah, banyak tokoh besar yang akhirnya jatuh karena tidak mampu mengendalikan ego dan kekuasaan.

5. Lingkungan dan Pengaruh Sosial

Meski manusia memiliki akal, ia tetap makhluk sosial yang sangat dipengaruhi lingkungan. Jika seseorang tumbuh di lingkungan yang permisif terhadap keburukan atau tidak memberi teladan moral yang baik, maka potensi untuk tergelincir makin besar. Teman yang buruk, sistem sosial yang rusak, atau media yang merusak nilai bisa mendorong seseorang menormalisasi hal-hal yang sebenarnya merusak.


Penutup

Manusia bisa tergelincir ke tempat yang serendah-rendahnya bukan karena takdir semata, melainkan karena pilihan-pilihan yang ia buat. Namun, potensi untuk kembali dan bangkit selalu ada, selama manusia mau merenung, bertobat, dan memperbaiki diri. Dalam keterpurukan, ada peluang untuk menemukan kembali makna hidup dan kehormatan sebagai manusia. Sebab sejatinyalah, manusia adalah makhluk yang bisa jatuh, tapi juga punya kemampuan untuk bangkit lebih tinggi.