Apa yang Dimaksud dengan Konsep Moderasi Beragama Menurut Buku Moderasi Beragama?
Pernah dengar istilah moderasi beragama? Istilah ini makin sering muncul di berbagai media dan forum keagamaan, apalagi dalam konteks keberagaman masyarakat Indonesia. Tapi sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan moderasi beragama? Jangan sampai kita ikut-ikutan ngomong tanpa tahu maknanya secara utuh. Nah, biar nggak salah kaprah, yuk kita bahas bareng konsep ini berdasarkan buku Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
4 Pilar Moderasi Beragama
Dalam buku “Moderasi Beragama” yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, dijelaskan bahwa ada empat pilar utama yang menjadi fondasi dari konsep moderasi beragama. Empat pilar ini berfungsi sebagai panduan sikap dan cara pandang umat beragama dalam menjalani kehidupan beragama di tengah masyarakat yang majemuk.
Berikut empat pilar moderasi beragama:
1. Komitmen Kebangsaan
Artinya, seseorang yang moderat dalam beragama tetap memegang teguh komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Paham bahwa mencintai tanah air dan menjaga keutuhan bangsa adalah bagian dari pengamalan keagamaan. Pilar ini menegaskan bahwa tidak boleh ada ajaran atau gerakan keagamaan yang ingin menggantikan ideologi Pancasila atau merusak persatuan bangsa.
Moderasi beragama bukan berarti menjauh dari agama, tapi menunjukkan bahwa keimanan tidak bertentangan dengan semangat kebangsaan.
2. Toleransi
Toleransi berarti menghormati perbedaan, baik dalam hal agama, pandangan, budaya, maupun pilihan hidup. Ini bukan berarti harus menyetujui semua hal, tapi bersikap terbuka dan tidak memaksakan kehendak. Dalam konteks moderasi beragama, toleransi adalah kemampuan untuk hidup rukun di tengah perbedaan tanpa menyinggung keyakinan orang lain.
Toleransi adalah kunci menciptakan kedamaian dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
3. Anti-Kekerasan
Pilar ini menekankan bahwa segala bentuk kekerasan atas nama agama harus ditolak. Baik itu kekerasan fisik, verbal, maupun simbolik. Sikap moderat mengedepankan dialog, persuasif, dan jalan damai dalam menyelesaikan perbedaan atau konflik. Agama tidak boleh menjadi alasan untuk membenarkan kekerasan terhadap siapa pun.
Agama sejatinya membawa rahmat, bukan teror atau kebencian.
4. Penerimaan terhadap Tradisi Lokal (Akomodatif terhadap Budaya Lokal)
Moderasi beragama menghargai dan menerima kearifan lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran pokok agama. Ini artinya, praktik-praktik budaya yang hidup di masyarakat bisa berjalan berdampingan dengan agama, bukan saling meniadakan. Agama tidak hadir di ruang kosong—ia selalu berdampingan dengan budaya lokal.
Menghargai tradisi lokal bukan berarti melanggar agama, tapi menunjukkan kedewasaan dalam beragama di konteks lokal.
Moderasi Beragama Itu Bukan Setengah-Setengah
Banyak orang salah paham, mengira moderasi beragama itu artinya “setengah-setengah dalam beragama” atau “nggak terlalu taat supaya bisa toleran”. Padahal, bukan itu maksudnya. Menurut buku Moderasi Beragama, moderasi beragama justru mengajak kita untuk tetap teguh dalam keyakinan, tapi sekaligus mampu hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda keyakinan, budaya, dan cara pandang. Intinya, moderasi beragama bukan soal mencairkan ajaran agama, tapi soal menyikapi keberagaman dengan bijak dan adil.
Nilai-Nilai Dasar Moderasi Beragama
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ada beberapa nilai utama yang menjadi dasar moderasi beragama, yaitu keseimbangan (tawazun), keadilan (‘adalah), toleransi (tasamuh), dan anti-kekerasan. Konsep ini berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya yang hidup berdampingan. Maka dari itu, cara beragama yang ekstrem—baik ekstrem kanan (radikal) maupun ekstrem kiri (liberal yang kebablasan)—tidak cocok diterapkan di negeri yang majemuk ini. Moderasi beragama hadir sebagai jalan tengah.
Bukan Mengaburkan Agama, Tapi Menguatkan Kehidupan Bersama
Hal penting yang juga ditekankan dalam buku ini adalah bahwa moderasi beragama tidak dimaksudkan untuk mengaburkan ajaran agama, apalagi menyamaratakan semua agama. Setiap orang tetap bebas dan berhak meyakini ajaran agamanya masing-masing secara utuh. Tapi dalam kehidupan sosial, kita diajak untuk tidak menjadikan perbedaan itu sebagai sumber konflik. Justru dengan sikap moderat, kita bisa memperkuat persatuan bangsa, menjaga kedamaian, dan membangun kehidupan yang lebih harmonis.
Kesimpulan: Jalan Tengah yang Bijak
Jadi, moderasi beragama bukan soal mengurangi iman atau memaksa semua orang sama, tapi tentang cara beragama yang menghargai perbedaan dan menjunjung nilai kemanusiaan. Buku Moderasi Beragama menjadi panduan penting untuk memahami hal ini secara lebih mendalam. Di tengah dunia yang penuh tantangan dan perpecahan, sikap moderat dalam beragama bisa jadi solusi untuk menjaga kerukunan dan memperkuat Indonesia sebagai bangsa yang besar dan beragam.
