Analisis Kasus Pembuangan Limbah Beracun oleh Perusahaan Tambang Nikel Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009
Kasus pembuangan limbah beracun yang dilakukan oleh perusahaan tambang nikel di Sulawesi, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan di sungai yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, dapat dianalisis melalui instrumen hukum perdata berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Berdasarkan undang-undang ini, terdapat beberapa pihak yang berhak untuk mengajukan gugatan serta dasar hukum yang relevan untuk menuntut tanggung jawab perusahaan atas kerusakan lingkungan.
1. Pihak-Pihak yang Memiliki Hak Gugat
Berdasarkan Pasal 91 dan Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009, pihak yang memiliki hak untuk menggugat perusahaan tambang nikel yang melakukan pencemaran ini antara lain:
a. Masyarakat yang Terkena Dampak Langsung
Masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar, yang menggantungkan hidupnya pada hasil alam dari sungai (misalnya nelayan atau petani), berhak untuk menggugat perusahaan. Pencemaran yang menyebabkan kerusakan pada ekosistem perairan dan menurunnya kualitas air, yang berdampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, memberi hak kepada mereka untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita.
b. Organisasi Lingkungan Hidup
Organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki legalitas dan bertujuan untuk melindungi lingkungan hidup juga dapat mengajukan gugatan. Menurut Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009, organisasi lingkungan hidup yang terdaftar secara sah berhak untuk menggugat jika terjadi kerusakan lingkungan yang merugikan kepentingan umum. Mereka dapat bertindak sebagai perwakilan masyarakat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan yang bersih dan sehat.
c. Pemerintah
Pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dapat menggugat perusahaan jika pencemaran lingkungan tersebut mengancam keselamatan publik atau merusak ekosistem secara luas. Dalam hal ini, Badan Lingkungan Hidup atau instansi terkait memiliki wewenang untuk mengambil tindakan hukum terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
2. Dasar Hukum yang Dapat Digunakan
Berdasarkan kasus ini, terdapat beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang dapat digunakan untuk menuntut tanggung jawab perusahaan tambang nikel, antara lain:
a. Pasal 87 Ayat (1)
Pasal ini mengatur kewajiban setiap penanggung jawab usaha yang melakukan pencemaran atau kerusakan lingkungan untuk menanggung biaya pemulihan dan mengganti kerugian yang timbul akibat kegiatan mereka.
Dalam kasus ini, perusahaan tambang nikel yang membuang limbah beracun ke sungai bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan terhadap kualitas air dan ekosistem yang tercemar serta memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak.
b. Pasal 88
Pasal ini menyebutkan asas strict liability (tanggung jawab mutlak), yang berarti perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, meskipun tidak ada unsur kesalahan atau kelalaian yang dapat dibuktikan. Ini sangat relevan dalam kasus ini, di mana perusahaan tetap harus bertanggung jawab atas pencemaran yang terjadi, meskipun mungkin mereka tidak sengaja atau tidak memiliki niat jahat untuk mencemari lingkungan.
c. Pasal 91
Pasal ini memperjelas bahwa masyarakat atau organisasi lingkungan hidup memiliki hak untuk menggugat perusahaan atas kerusakan lingkungan yang merugikan kepentingan umum. Pasal ini memberikan ruang bagi pihak-pihak tersebut untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat.
3. Bentuk Tuntutan Hukum yang Relevan
Berdasarkan dasar hukum yang ada, beberapa bentuk tuntutan hukum yang relevan dalam kasus ini meliputi:
a. Gugatan Ganti Rugi
Masyarakat yang terdampak oleh pencemaran, baik yang mengalami kerugian ekonomi (misalnya hilangnya mata pencaharian karena matinya ikan dan rusaknya ekosistem perairan) maupun kerugian kesehatan, dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh pencemaran tersebut. Ganti rugi ini dapat mencakup:
-
Kerugian materiil: seperti kehilangan pendapatan karena ikan mati atau kerusakan mata pencaharian lainnya.
-
Kerugian immateriil: seperti gangguan kesehatan atau stres psikologis yang ditimbulkan oleh dampak lingkungan.
b. Perintah Penghentian Kegiatan Pencemaran
Selain ganti rugi, pengadilan dapat memerintahkan perusahaan untuk menghentikan kegiatan pencemaran yang sedang berlangsung, termasuk pembuangan limbah beracun ke sungai. Hal ini penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan dan melindungi masyarakat yang bergantung pada sungai tersebut.
c. Kewajiban Pemulihan Lingkungan
Pengadilan dapat memerintahkan perusahaan tambang untuk melakukan pemulihan lingkungan yang tercemar. Ini bisa mencakup:
-
Pemulihan kualitas air sungai yang tercemar.
-
Rehabilitasi ekosistem yang rusak akibat pembuangan limbah beracun, termasuk pembenihan kembali ikan dan perbaikan habitat alami di sekitar sungai.
Bentuk tuntutan ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab tidak hanya atas kerugian yang timbul, tetapi juga atas upaya untuk memulihkan dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
d. Tuntutan Sanksi Pidana
Jika ditemukan unsur kesalahan atau kelalaian yang disengaja, perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pelanggaran terhadap ketentuan pencemaran lingkungan yang diatur dalam Pasal 104 hingga Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009. Sanksi ini bisa berupa denda yang besar atau hukuman penjara bagi pihak yang bertanggung jawab atas perusahaan tersebut.
4. Kesimpulan
Dalam kasus pencemaran limbah beracun oleh perusahaan tambang nikel, pihak yang memiliki hak untuk menggugat adalah masyarakat yang terdampak, organisasi lingkungan hidup, dan pemerintah. Dasar hukum yang dapat digunakan adalah Pasal 87 ayat (1), Pasal 88, dan Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009, yang mengatur tentang tanggung jawab perusahaan atas kerusakan lingkungan dan hak masyarakat untuk mendapatkan ganti rugi serta pemulihan lingkungan. Bentuk tuntutan hukum yang relevan mencakup gugatan ganti rugi, perintah penghentian kegiatan pencemaran, kewajiban pemulihan lingkungan, dan tuntutan sanksi pidana. Pengadilan dapat memerintahkan perusahaan untuk menanggung biaya pemulihan lingkungan dan memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak akibat pencemaran tersebut.
Sumber https://temanggung.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-2619781633/sebuah-perusahaan-tambang-nikel-di-sulawesi-terbukti-membuang-limbah-beracun-ke-sungai-yang-digunakan?page=all